
Karena kegiatannya yang selalu tidak disokong warga, termasuk ingin mendirikan langgar, dan memperingati hari-hari besar Islam dengan raya, Hamdan ingin keluar dari lingkungan warga yang sudah dianggapnya mendekati kaum jahiliyah. Pernah pula ia mendapat fitnah seorang warga yang berseteru dengan ayah dalam hal tanah pantai sungai yang dijadikan galangan bot. Ayah disebarkannya sebagai anggota PNI Asu. Warga yang busuk hati kepada Hamdan mengatakan kalau organisasi itu underbow PKI. Ayah dipanggil ke Kodim dan diintrogasi.
Menunggu Hamdan pulang di hari kejadian itu, Fairy dan saudara-saudaranya sangat tertekan. Mereka pernah mendengar, kalau aparat Kodim pernah menekan kaki seorang yang dicurigai kurang menerima Pancasila dengan meja tulis. Meja tulis itu diduduki oleh beberapa orang anggota Kodim. Ada juga yang disetrum listrik.
Fairy yang merasa paling tertekan saat itu. Ia terpaksa berlari-lari ke lapangan mengurangi rasa tertekannya––ayahnya sedang disiksa dengan kaki kursi yang dipijak itu. Ibunya mencari Fairy, berjalan kaki ke lapangan, khawatir anak ini akan gila. Selama ini Hamdan memang selalu mengatakan pada istrinya untuk selalu menjaga perasaan Fairy. Bersambung.....
*Nevatuhella. Lahir di Medan, 1961. Alumnus Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Buku ceritanya yang telah terbit Perjuangan Menuju Langit (2016) dan Bersampan ke Hulu (2018) serta satu buku puisi Bila Khamsin Berhembus (2019).