
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada awal pekan ini. Berdasarkan data perdagangan antarbank, rupiah dibuka di level Rp16.150 per dolar AS dan sempat menyentuh Rp16.200 pada siang hari, menjadi salah satu level terlemah dalam beberapa bulan terakhir.
Pelemahan ini dipengaruhi oleh sentimen global, termasuk ketegangan geopolitik, kekhawatiran resesi di AS, dan ekspektasi bahwa The Federal Reserve (bank sentral AS) akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari perkiraan.
Analis pasar keuangan dari Bank Central Asia, Fajar Maulana, menjelaskan bahwa investor global saat ini tengah bersikap hati-hati. “Dolar AS menguat karena permintaan terhadap aset safe haven meningkat. Sementara itu, tekanan pada pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, tak terhindarkan,” ujarnya.
Pelemahan rupiah berdampak pada naiknya biaya impor, terutama untuk bahan baku industri dan energi. Hal ini berpotensi memicu kenaikan harga barang dalam negeri (inflasi), meskipun Bank Indonesia telah menyatakan akan menjaga stabilitas harga dan nilai tukar.
Bank Indonesia sendiri terus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menjaga fluktuasi tidak terlalu tajam. “Stabilitas nilai tukar tetap menjadi prioritas kami. BI akan berada di pasar jika diperlukan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers.