
Oleh NEVATUHELLA
Maksud dari kalimat kematian itu bulat seperti telur adalah sebuah kepastian. Tak ada keraguan, kematian pasti menjemput setiap yang bernyawa. Dalam salah satu ayat Alquran disebutkan qullumanalaihafan.
Berpegang pada kepastian ini, maka Mat Jinni tak begitu hirau akan dunia yang fana ini. Pikirnya toh, untuk apa terlalu cerewet selama hidup ini. Untuk apa ikut-ikutan berpolitik yang suka menghalalkan semua cara. Untuk apa menjadi dokter kalau lebih banyak memikirkan mendapat uang berjibun ketimbang merawat orang sakit.
Untuk apa menjadi guru, kalau mengharap uang, uang dan uang, lebih dari pengabdian yang hakiki. Mengajarkan pada murid-murid bahwa kematian itu bulat seperti telur, tidak dilakukan oleh mereka. Terakhir untuk apa jadi presiden, kalau tak bisa mensejahterakan rakyat! Telaknya atas ketidakhirauannya.
Kepada tiga anaknya ia sempatkan mengajarkan agar tak terlalu ambisi mengejar dunia. Kalau tidak bisa jadi sarjana, hanya tamat SMA sudah syukur. Jadi sarjana kalau tak dapat pekerjaan yang cocok untuk apa. Bertahun-tahun duduk di bangku kuliah, berhadapan dengan dosen-dosen yang tak mengajarkan kematian itu adalah bulat seperti telur, untuk apa.
Andai saja Mat Jinni suka mewarung, karena di warung orang-orang suka ngobrol, dan Mat Jinni mengobralkan definisi kematiannya, maka hampir sembilan puluh persen ia digelari Mat Jinni si Bulat Telur.
Menyadari akan bulatnya kematian seperti telur, dalam usianya memasuki 60 tahun, Mat Jinni sangat berdisiplin dengan waktu. Belum azan salat wajib memanggil, ia telah membersihkan dirinya dengan mandi dan berwudhu. Tak semua orang yang akan salat, memilih harus mandi sebelum berwudhu.
Tapi bagi Mat Jinni memilih mandi untuk kebersihan sempurna. Siapa tahu di kuduknya terjepret tahi cecak, atau najis ringan lain. Toh, mandi tak memberatkan. Lagi pula air di rumahnya melimpah bak turun dari langit dalam pipa yang cukup di putar dengan kran, air muncrat. Begitu juga di mesjid-mesjid yang sangat mudah dijangkau.
Karena percaya seyakinnya kematian itu bulat seperti telur, Mat Jinni melaksankan salat sunnah rawatib sebelum imam mengangkat takbir memimpin salat. Sesudahnya ia memilih duduk persis disebelah belakang kanan iman, untuk mendapat keutuhan suara iman, dan nuansa khusuk. Padahal, sekalipun para jin tahu bahwa kematian itu bulat seperti telur, tapi jin posisi salatnya ada dibelakang shaf manusia. Manusia lebih mulia dari jin yang selalu sok hebat karena terbuat dari api. Karena ghaib, jin tak pernah menjadi imam.
Karena percaya kematian itu bulat seperti telur, Mat Jinni tak mau mendahului imam ketika rukuk, sujud dan salam. Ia betul-betul takzim pada imam. Mengikuti tata tertib yang baginya tak mau dilonggar-longgarkan. Karena ia sangat yakin dan percaya bahwa kematian itu bulat seperti telur.