Runtuhan Nyawa Nayla

September 14, 2020 - 16:44
Foto : Ilustrasi/int
1 dari 3 halaman

Oleh: Muhammad Husein Heikal

Nayla tak pernah tahu ia punya ayah dan ibu. Ia tak pernah tahu dan tak ingin tahu bagaimana cara dirinya bisa terlahir ke dunia yang menurutnya kejam ini. Nayla tak pernah sempat dan tak ingin menyempatkan untuk memikirkan apakah ia punya ayah atau ibu. Ia hanya tahu, setiap matahari belum menyenter bumi, matanya sudah harus awas dan jari-jari mungilnya telah bersiap dipelatuk. Bila tidak dengan cara demikian, barangkali tubuhnya telah membusuk disimbahi debu dan amis darah, sejak sebelas hari lalu.

“Ia belum mati. Lihatlah hidungnya masih bernafas!”

“Cepat geser batu itu, cepat! Ia masih bernyawa!”

Qabbani, pemuda bertangan satu dengan sekuat daya menggeser batu yang menghimpit kaki gadis kecil itu. Qabbani sendiri baru saja kehilangan tangan kirinya pada tragedi mengerikan semalam. Meski hanya sepercik, zat racun dalam mortir itu cukup untuk mengharuskan ia memotong tangannya sendiri, bila tak hendak zat itu segera menjalari seluruh aliran darahnya.

“Ia masih hidup, cepat bawa ia ke tenda! Ia perlu ditolong. Lekas, gegaslah!”

Itu suara Nizar yang masih memiliki bagian tubuh lengkap. Namun luka dalam jiwanya telah menganga. Ia kehilangan semuanya. Terutama orang-orang yang dicintainya. Ah, tak hanya dia sebenarnya! Semua, ya semua manusia yang kini teronggok murung di tenda-tenda itu ialah orang-orang dengan jiwa yang terluka. Jiwa yang hampa. Perang, tak lain jadi penyebabnya. Perang dan kekejaman oleh kaum mereka sendiri.

Gadis yang tengah digotong Nizar ke arah tenda itulah Nayla. Padahal,  ketika itu Nayla merasa ia sudah terbaring disamping ajal. Ia terhimpit oleh runtuhan batu-batu yang besar. Tubuhnya tidak merasakan apapun saat ia digotong, diselamatkan oleh beberapa manusia yang tersisa itu.

***

Pagi masih terlalu prematur untuk melahirkan mentari. Gelap masih bergelayut, sama seperti kantuk yang sebenarnya masih menggantungi mata kaum itu. Nayla mengerjap-ngerjapkan matanya. Sayup-sayup ia mendengar suara azan. “Allahuakbar, allahuakbaaar..”