Kisah Syuhada Uhud Mush ab bin Umair

Oleh: NEVATUHELLA

Mush’ab bin Umair adalah salah seorang diantara sekian banyak sahabat Rasulullah Saw. Pada awal sebelum menyatakan keislamannya, di tahun-tahun awal kerasulan, ia merupakan seorang remaja Quraisy terkemuka, tampan dengan jiwa semangat kemudaan yang hebat. Di kota Makkah namanya sangat harum. Orang tuanya kaya raya dan sangat memanjakannya.

Hingga pada akhirnya, beliau syahid di Perang Uhud. Kita ketahui syahid pula Hamzah, paman rasul yang bergelar sang “Singa Padang Pasir” dan “Pedang Allah” dalam perang ini. Rasullullah Saw mengatakan sewaktu menyaksikan tubuh Mush’ab yang sudah wafat sebagai berikut, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiaannya dan lebih rapi rambutnya dari padamu. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, tubuhmu hanya dibalut sehelai burdah”.

Ketika melihat dengan wajah sangat sedih pada syuhada-syuhada, teman-teman Mush’ab yang gugur, Nabi juga berseru, “Sungguh, Rasullullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, tuan-tuan adalah syuhada di sisi Allah.”

Seperti kebanyakan anak muda yang hidup mewah dan sangat berkecukupan,   memang tak pantas Mush’ab menerima Islam dengan keimanan yang tak tertandingi. Meninggalkan segala kemewahan dan kesenangan. Tapi itulah yang terjadi. Mush’ab  rela melepaskan segala kemewahan dan kesenangan itu, dan kemudian menjadi pahlawan Islam yang membela agama ini sampai akhir hayatnya. Ialah Ibnul Qumi-ah-al-Laitsi, seorang Quraisy yang membunuhnya. Kisah kematiannya dicatat dengan tinta emas dalam sejarah Islam.

Pada perang Uhud, Quraisy memang sangat menginginkan Rasullullah Muhammad Saw terbunuh bersamaan dengan pamannya Hamzah, sebagai dendam atas kematian Abu Sofyan ayah Hindun. Termasuk saudara dan pamannya di perang Badar. Maka para sahabat yang turut serta pada perang yang terjadi di gunung Uhud ini memperisai dirinya melindungi rasul. Mush’ab mengangkat bendera dan pedang. Naas bagi dirinya, suatu kali Qurais berhasil menebas satu tangannya. Ia langsung menukar bendera di tangannya yang masih ada. Demikianlah hingga kedua tangannya terpotong. Ia pun rebah di atas kudanya.

Saksi mata yang melihat peristiwa syahidnya Mush’ab bin Umair  mengatakan sebagai berikut: Mush’ab bin Umair adalah pembawa bendera di Perang Uhud. Tatkala barisan kaum muslimin pecah, Mush’ab bertahan pada kedudukannya. Datanglah serangan musuh berkuda, Ibnu Qumaiyah namanya, lalu menebas sebelah tangannya hingga putus, sementara Mush’ab berteriak mengucapkan “Muhammad adalah tiada lain hanyalah Rasul Allah, yang sebelumnya telah didahului oleh beberapa rasul.”

Maka dipegangnya bendera dengan tangan kirinya sambil membungkuk melindunginya. Musuhpun menebas tangan kirinya itu hingga putus pula. Mush’ab membungkuk ke arah bendera, lalau dengan kedua pangkal lengannya meraihnya ke dada sambil mengucapkan lagi, “Muhammad itu tiada lain hanyalah seorang rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa rasul.” Lalu orang berkuda itu menyerangnya ketiga kali dengan tombak, dan menusukkannya hingga tombak itu patah. Mush’ab pun gugur, dan bendera jatuh.

Tantangan besar yang dihadap Mush’ab ketika sudah memeluk Islam datang dari ibunya sendiri, Khunas binti Malik. Khunas seorang yang sangat berkepribadian kuat dan pendiriannya tak dapat ditawar atau diganggu-gugat. Di kota Makkah ia sangat disegani bahkan ditakuti.

Ketika mengetahui Mush’ab telah Islam, ia sangat murka. Ia sempat ingin menampar putra kesayangannya ini. Namun tak sampai hati ketika melihat wajah sang putra bersinar berseri cemerlang. Ia memenjarakan Mush’ab disebuah kamar disebuah tempat yang terpencil dari Makkah.

Mush’ab dikawal ketat agar tak keluar dari penjaranya. Sesudah berbilang minggu, iapun berikhtiar keluar dengan mengancam para pengawalnya. Ia mengancam akan membunuh sesiapa yang menghalanginya untuk keluar dari penjaranya.

Begitu bebas dari penjara, Mush’ab langsung menemui Rasulullah. Rasul dan para sahabat, sebagaimana orang-orang Quraisy yang telah masuk Islam, dilindungi oleh nabi dan para sahabat. Ketika itu sedang dilakukan penentuan seorang duta atau wakil yang akan ditempatkan di Madinah. Saat itu juga Rasul memilih Mush’ab. Para sahabat saling memandang, merasa tak sampai hati melepas anak muda ini berangkat jauh dari Makkah. Tapi sebaliknya Mush’ab menerima dengan besar hati perintah rasul ini.

Kala ia sampai di Medinah, didapatinya kaum muslimin tidak lebih dari 12 orang. Kedua belas orang ini adalah orang-orang yang telah berbaiat di Bukit Aqabah menyatakan keislamannya. Mereka memeluk Islam didasarkan pada salah satu hal, yakni mendengar dan melihat tanda-tanda kenabian ada dalam diri Muhammad, sesuai dengan berita dalam kitab-kitab sebelumnya.

Di Madinah, Mush’ab tinggal di rumah As’ad bin Zarrah. Setiap hari bersama As’ad, mereka mengunjungi rumah-rumah atau kabilah-kabilah untuk membacakan ayat-ayat suci, menyampaikan kalimat, “Bahwa Tiada Tuhan selain Allah”.

Beberapa peristiwa dalam perjuangannya ini memang pernah mengancam keselamatannya bersama As’ad. Kegalakan orang-orang Madinah menentang kehadiran Islam, mereka jawab dengan kelemah-lembutan dan dialog yang mumpuni, khasnya para pemimpin Islam masa itu.

Pada musim haji berikunya, kaum muslimin Madinah yang sudah bertambah, bersama Mush’ab berangkat ke Makkah. Jumlah yang menunaikan haji 70 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Waktu itu tiga pemimpin kabilah besar dan disegani yang ada di Madinah, yakni Asaid bin Hudlair, Sa’ad bin Mu’adz, dan Sa’ad bin Ubadah telah masuk Islam.

Demikianlah kisah heroik Mush’ab bin Umair yang patut menjadi teladan bagi pemuda-pemuda Muslim saat ini. Setiap saat, dalam doa-doa , kita sudah seharusnya  mohon petunjuk dan hidayah dari Allah untuk menjadi orang terdepan memperjuangankan kebenaran yang didasari oleh Islam. Lahaula-wala-quwwata-illa-billah. Tak ada kekuatan sesungguhnya yang kita miliki, kecuali datangnya dari Allah Swt yang kita sembah.(*)

*NEVATUHELLA, esais menetap di Medan. Lahir tahun 1961. Alumnus Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Bukunya yang telah terbit Perjuangan Menuju Langit (2016), Bersampan ke Hulu (2018) dan satu buku puisi Bila Khamsin Berhembus (2019). Buku terbarunya Teriakan dalam Senyap (2021).

Latest Articles

Comments