Bagaimana Menyikapi Perintah Rasulullah dalam Mimpi?

Alfatih-media.com-Salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada para hamba-Nya adalah bermimpi Rasulullah saw. yang merupakan makhluk paling utama dan mulia di alam semesta. Para ulama sepakat bahwa bermimpi Rasulullah saw. benar adanya, karena setan tidak bisa menyerupai Rasulullah saw.

Hal ini berdasarkan hadis sahih: “barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia sungguh telah melihatku secara nyata. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku” (Syekh Yusuf bin Isma‘il an-Nabhani, Wasa’il al-Wushul ila Syama’il ar-Rasul saw., 2002: 368-370 dan Hasan Muhammad Syaddad, Magnathis al-Qabul fi al-Wushul ila Ru’yah Sayyidina ar-Rasul Muhammad saw., hlm. 8 & 18).”

Selain itu, Rasulullah saw. bersabda: “mimpi seorang mukmin (yang benar) merupakan bagian dari empat puluh enam bagian dari kenabian.” Namun demikian, kualitas seseorang yang melihat Rasulullah saw. dalam mimpi tersebut ditentukan oleh kualitas dirinya. Artinya, semakin tinggi kualitas orang tersebut, maka dia melihat Rasulullah saw. dalam mimpi itu dengan kualitas yang baik pula (hlm. 369 dan hlm. 21-22).

Dalam hal ini, Syekh Yusuf bin Isma‘il an-Nabhani pernah meminta kepada Allah agar bisa melihat Rasulullah saw. dalam mimpi sebagaimana para sahabat melihat Rasulullah saw. sewaktu masih hidup.

Akhirnya, beliau membaca surat al-Ikhlas sebanyak tiga ribu kali. Setelah itu, beliau bermimpi Rasulullah saw. dengan sifat yang sangat agung. Menyaksikan hal itu, beliau berkata: “sungguh aku tidak mampu mengungkapkan keindahan dan keagungan Rasulullah saw. yang telah aku saksikan, baik dengan tulisan maupun ucapan” (Magnathis al-Qabul, hlm. 22).

Menurut Habib Zein bin Smith, bermimpi Rasulullah saw. merupakan pemberian dari Allah. Oleh karena itu, ia tidak bisa didapatkan hanya karena ibadah dan ilmu yang banyak. Faktanya banyak orang awam yang sering bermimpi Rasulullah saw. Sebaliknya, banyak juga orang alim dan ahli ibadah yang sama sekali tidak pernah bermimpi Rasulullah saw. Namun demikian, biasanya mimpi Rasulullah saw. ini bisa didapatkan oleh orang yang memiliki hubungan (ta‘alluq), cinta (mahabbah), dan kerinduan (syawq) yang kuat kepada Rasulullah saw. (al-Fawa’id al-Mukhtarah, 2008: 594).

Lebih lanjut Habib Zein menjelaskan bahwa apabila seseorang bermimpi Rasulullah saw., dan beliau memerintahkan atau melarang sesuatu kepadanya, maka perintah atau larangan itu seharusnya dilaksanakan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Pelaksanaan perintah Rasulullah dalam mimpi atau larangannya ini hanya bersifat sunah, bukan wajib. Selain itu, perintah atau larangan itu hanya khusus kepada dirinya (orang yang bermimpi), bukan kepada orang lain. Namun, apabila agar perintah Rasulullah dalam mimpi atau larangannya itu diminta untuk disebarkan kepada orang lain, maka dia harus menyebarkannya kepada orang lain (hlm. 594).

Adapun beberapa faedah bermimpi Rasulullah saw. adalah: dianugerahi mati dalam keadaan husnulkhatimah; mendapatkan syafaat Rasulullah saw.; masuk surga; diampuni dosa-dosanya dan juga dosa-dosa kedua orang tauanya apabila keduanya Muslim; seperti mengkhatamkan al-Quran sebanyak 12 kali; dimudahkan ketika sakaratulmaut; dibebaskan dari siksa kubur; dilindungi dari peristiwa-peristiwa hari kiamat yang sangat mencekam; dan dipenuhi keinginannya, baik di dunia maupun di akhirat berkat keramahan dan kedermawanan Allah (Magnathis al-Qabul, 16).

Selain itu, Rasulullah saw. bersabda: “barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia akan melihatku dalam keadaan terjaga, dan setan tidak bisa menyerupaiku.” Menurut para ulama, orang yang pernah bermimpi Rasulullah saw. mesti (bila Allah Menghendaki) melihat Rasulullah saw. dalam keadaan terjaga meskipun hanya sebentar ketika sakratulmaut (al-Fawa’id al-Mukhtarah, hlm. 593-594). Wa Allah A‘lam wa A‘la wa Ahkam(sumber:BincangSyariah.com)

 

Latest Articles

Comments